Rabu, 23 Januari 2013

Dalil: Haramnya Sombong

Posted on: 22 january 2013
Dalil adalah pedoman atau pegangan kita dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam beribadah. Dalil disebut juga hukum atau aturan. Sebagai umat Islam, tentunya Al Quran dan Sunnah menjadi dalil yang kuat untuk kita. Bila di antara golongan ada yang berselisih pendapat, kewajiban umat Islam untuk mengembalikannya lagi kepada dalil dalil ini, yaitu Quran dan Hadits. Dalil bukanlah perkataan ulama maupun ustadz, tetapi dalil adalah perintah langsung dari Allah swt.
Dalam setiap permasalahan apapun suatu pendapat tanpa didukung dengan adanya dalil yang dapat memperkuat pendapatnya, maka pendapat tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pegangan. Untuk itulah kita memerlukan Al Quran dan hadits sebagai dalil yang akan membenarkan. Sudah menjadi kewajiban umat muslim untuk mencari dan memahami masalah dalil atau hukum islam, karena jika meyakini atau melakukan sesuatu (ibadah) tanpa diketahui dalil (tuntunannya), maka kita akan jatuh pada perkara bid’ah.
Dalil yang akan diberikan kali ini adalah dalil tentang sifat takabur dan sombong. Dijelaskan dalam dalil, yaitu quran dan hadits, bahwa memiliki sifat takabur dan sombong adalah haram hukumnya.Banyak sekali dalil yang memerintahkan kita untuk tidak takabur dan sombong, baik dalam Al Quran maupun Hadits. Dalil dalil ini tentunya sah secara hukum dan wajib kita ikuti sebagai pedoman hidup kita. Dalil dalil tentang sabar ini antara lain:
Dalil dari Al Quran
“Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Qashash:83)
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. “ (QS. Luqman:18)
Dalil yang diambil dari surat Al Qashash:83 menjelaskan bahwa sorga adalah tempatnya orang-orang yang tidak sombong. Dan pada dalil yang terdapat dalam surat Luqman:18 Allah swt memerintahkan kita untuk tidak sombong kepada sesama.
Dalil dari Hadits
Ada banyak dalil tentang sabar yang berasal dari hadits atau sunnah Rasul. Semoga dalil ini dapat membuat kita selalu bisa bertawadhu dalam kehidupan di dunia agar tidak menjadi takabur dan sombong. Adapun dalil tentang haramnya takabur dan sombong yang berasal dari hadits atau sunnah Rasul adalah sebagai berikut:
Dari Abdullah bin Mas’ud ra dari Nabi Muhammad saw, beliau bersabda: “Tidak akan masuk sorga orang yang di dalam hatinya ada sifat sombong walaupun hanya sebesar atom.” Ada seorang laki-laki berkata: “Sesungguhnya seseorang itu suka memakai pakaian yang bagus dan sandal/sepatu yang bagus pula.” Nabi Muhammad saw kembali bersabda: “Sesungguhnya Allah itu indah, suka pada keindahan. Sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan sesame manusia.” (HR. Muslim)
Dari Salamah bin Al Akwa ra bahwasannya ada seorang laki-laki makan di hadapan Nabi Muhammad saw  dengan memakai tangan kirinya, beliau lantas bersabda: “Makanlah dengan memakai tangan kananmu.” Laki-laki itu menjawab: “Saya tidak bisa.” Nabi Muhammad saw bersabda lagi: “Kamu tidak bisa, itu adalah perbuatan sombong.” (HR. Muslim)
Dari Haritsah bin Wahb ra berkata: “Saya mendengar Nabi Muhammad saw bersabda, “Maukah kamu sekalian aku beritahu tentang ahli neraka? Yaitu setiap orang yang kejam, rakus, dan sombong.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Sa’id Al Khudry ra dari nabi Muhammad saw, beliau bersabda: “Sorga dan neraka itu berdebat; neraka berkata: “Padaku orang-orang yang kejam dan sombong” Sorga berkata: “Padaku orang-orang yang lemah (tertindas) dan miskin” Kemudian Allah member keputusan kepada keduanya: “Sesungguhnya kamu sorga adalah tempat rahmatKu, Aku memberi rahmat dengan kamu kepada siapa saja yang Aku kehendaki. Dan sesungguhnya kamu neraka adalah tempat siksaanKu, Aku menyiksa dengan kamu kepada siapa saja yang Aku kehendaki; dan bagi masing-masing kamu berdua Aku akan memenuhimya.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah ra bahwasannya Nabi Muhammad saw bersabda: “Sesungguhnya pada hari kiamat nanti Allah tidak akan melihat orang yang menurunkan kainnya di bawah mata kaki karena sombong.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah ra berkata, Nabi Muhammad saw bersabda: “Ada tiga kelompok orang yang nanti pada hari kiamat Allh tidak akan berbicara dengan mereka, Allah tidak akan membersihkan (mengampuni dosa) mereka, dan Allah tidak akan memandang mereka, serta mereka akan disiksa dengan siksaan yang pedih, yaitu: orang tua yang berzina, raja (penguasa) yang suka bohong, dan orang miskin yang sombong.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah ra berkata, Nabi Muhammad saw bersabda, Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung berfirman:  “Kemuliaan adalah pakaianKu dan kebesaran adalah selendangKu, maka barangsiapa yang menyaingi Aku dalam salah satunya maka Aku pasti akan menyiksanya.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah ra bahwasannya Nabi Muhammad saw bersabda: “Suatu ketika ada seorang laki-laki berjalan dengan memakai perhiasan dan bersisir rambutnya, ia mengherani dirinya sendiri dengan penuh kesombongan di dalam perjalanannya itu, kemudian tiba-tiba Allah menyiksanya yaitu ia selalu timbul tenggelam di permukaan bumi sampai hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Salamah bin Al Akwa ra berkata, nabi Muhammad saw bersabda: “Seseorang itu senantiasa membanggakan dan menyombongkan dirinya sehingga ia dicatat dalam golongan yang kejam lagi sombong, kemudian ia tertimpa apa yang biasa menimpa mereka.” (HR. At Turmudzy)

Jumat, 04 Januari 2013

PUASA ENAM HARI DIBULAN SYAWAL

A. Makna Bulan Syawal

Syawal adalah bulan kesepuluh dalam penanggalan Hijriah. Syawal, secara bahasa, artinya 'naik'.  Bulan Syawal bisa diartikan bulan naik. Dinamakan demikian karena pada bulan ini bila orang Arab hendak naik unta dipukul belakang unta, ekor unta menjadi naik, sedangkan pada bulan lain tidaklah demikian halnya. Bagi umat islam, bulan Syawal memiliki makna tersendiri. Karena, pada bulan itu umat islam usai menjalankan ibadah puasa satu bulan penuh. Namun, nyaris tidak ada penyambutan terhadap datangnya bulan syawal. Berbeda dengan kerika menyambut bulan Ramadhan, biasanya kita mengucapkan 'Marhaban Ya Ramadhan'! Tapi untuk bulan Syawal, tidak pernah kita dengar orang mengucapkan 'Marhaban Ya Syawal'! padahal, Syawal juga bulan istimewa dan memiliki keutamaan. Inilah beberapa keistimewaannya:

1. Bulan Kembali ke Fitrah

Syawal adalah bulan kembalinya umat islam kepada fitrahnya, diampuni semua dosanya, setelah melakukan ibadah Ramadhan sebulan penuh. Paling tidak, tanggal 1 Syawal umat Islam "Kembali Makan Pagi" dan diharamkan berpuasa pada hari itu. Bulan Syawal merupakan lambang kemenangan bagi umat islam setelah 'berperang' mrelawan musuh dalam jiwa yang terbesar, yaitu "hawa nafsu".

2. Bulan Takbir

Tanggal 1 Syawal, Idul Fitri, seluruh umat Islam diberbagai belahan mengumandangkan takbir. Maka, bulan Syawal pun merupakan bulan dikumandangkannya takbir oleh seluruh umat Islam secara serentak, paling tidak satu malam, yakni begitu malam memasuki tanggal 1 Syawal alias Malam Takbir, menjelang sholat Idul Fitri. Kumandang takbir merupakan ungkapan rasa syukur atas keberhasilan ibadah Ramadhan selama sebulan penuh. Kemenangan yang diraih itu tidak akan tercapai, kecuali dengan pertolongan-Nya. maka umat Islampun memperbanyak Dzikir, Takbir, Tahmid, dan Tasbih. "Dan agar kamu membesarkan Allah atas apa-apa yang telah Ia memberi Petunjuk kepada kamu, dan agar kamu bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah diberikan." (QS. Al-Baqoroh: 185).

3. Bulan Silaturahmi

Dibandingkan bulan-bulan lainnya, pada bulan inilah umat Islam sangat banyak melakukan amaliah silaturahmi, mulai mudik kekampung halaman, saling bemaafan dengan teman atau tetangga, hala bihalal, kirim sms dan telepon, dan sebagainya. Betapa Syawalpun menjadi bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan Allah karena umat Islam menguatkan tali silaturahmi dan Ukhuwah Islamiyah.

4. Bulan Pembuktian Taqwa

Inilah makna terpenting bulan Syawal . Setelah Ramadhan berlalu, pada bulan Syawal-lah "Pembuktian" berhasil-tidaknya ibadah Ramadhan, utamanya puasa, yang bertujuan meraih derajat takwa. Jika tujuan itu tercapai, sudah tentu seorang Muslim menjadi lebih baik kehidupannya, lebih sholeh perbuatannya, lebih dermawan, lebih bermanfaat bagi sesama, lebih khusyu' ibadahnya, dan seterusnya. Paling tidak, semangat beribadah dan berdakwah tidak menurun setelah Ramadhan.

5. Puasa Satu Tahun

 Amaliah yang ditentukan Rasulullah saw pada bulan Syawal adalah puasa sunah selama enam hari, sebagai kelanjutan puasa Ramadhan. "Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan lalu diiringinya dengan puasa enam hari bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh" (H.R Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i dan Ibnu Majah).

B. Puasa Sunah Syawal

Puasa enam hari dibulan Syawal hukumnya sunah. Imam Abu Hanifah, Syafi'i, dan Ahmad menyatakan hukun puasa enam hari pada bulan Syawal adalah Sunah. Istilahnya Istihbab (disukai atau disunahkan) untuk malaksanakannya. Hal ini dilandasi oleh hadits Nabi berikut ini. Abu Ayyub menyebutkan  bahwa Rosulullah saw bersabda: "Siapa yang berpuasa dibulan Ramadhan dan melanjutkannya dengan enam hari pada bulan Syawal, maka itulah puasa setahun penuh." (HR. Muslim, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi)
Abu 'Umar Ibnu 'Abdil Barr berkata dalam Iqna', disunahkan berpuasa enam hari dibulan Syawal, meskipun dilaksanakan dengan terpisah-pisah. Keutamaan tidak akan diraih bila berpuasa diluar bulan Syawal. Seseorang yang berpuasa enam hari dibulan Syawal setelah berpuasa Ramadhan, seolah-olah ia berpuasa setahun penuh.

C. Praktik Pelaksanaan Puasa Syawal

Ada beberapa hal yang patut diperhatikan terkait dengan pelaksanaan puasa sunah enam hari di bulan Syawal. Hal-hal tersebut adalah:

1. Boleh Dilakukan Tidak Berurutan

Hadits Nabi menyebutkan, "Siapa yang berpuasa dibulan Ramadhan dan melanjutkannya dengan enam hari pada bulan Syawal, maka itulah puasa seumur hidup." (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi)
Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa sunah Mustahabah (disunnahkan) untuk melakukannya secara berurutan pada awal-awal Syawal. Tapi, jika seorang memisahkannya atau menunda pelaksanaannya hingga akhir Syawal, itu juga diperbolehkan, karena dia masih berada pada makna umum dari hadits tersebut. Kami tidak berbeda pendapat mengenai masalah ini dan inilah juga pendapat Ahmad dan Abu Dawud.


Para ulama Mazhab Syafi'i berpendapat, jelas Imam an-Nawawi, paling afdhol (utama) melakukan puasa Syawal secara berturut-turut (sehari) setelah sholat 'Idul Fitri. Namun, jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa Syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan. Oleh karena itu, boleh saja seseorang berpuasa Syawal tiga hari setelah Idul Fitri misalnya, baik secara berturut-turut maupun tidak, karena dalam hal ini ada kelonggaran. Namun, apabila seseorang berpuasa Syawal hingga keluar waktu (bulan Syawal) karena bermalas-malasan, maka dia tidak akan mendapatkan ganjaran puasa Syawal. Apabila seseorang memiliki Udzur (halangan) seperti sakit, dalam keadaan nifas, sebagai musafir, sehingga tidak berpuasa enam hari dibulan Syawal, maka boleh orang seperti ini meng-qadha (mengganti) puasa Syawal tersebut dibulan Dzulqadah. Hal ini tidaklah mengapa.

2. Tidak boleh dilakukan jika masih tertinggal dalam Ramadhan

Para ulama fiqih berpendapat bahwa jika seseorang tertingal beberapa hari dalam Ramadhan, dia harus berpuasa qadha terlebih dahulu, lalu baru boleh melanjutkannya dengan enam hari puasa Syawal, karena dia tidak bisa melanjutkan puasa Ramadhan dengan enam hari puasa Syawal, kecuali dia telah menyempurnakan Ramadhan-nya terlebih dahulu.

3. Dilakukan mulai tanggal 2 Syawal lebih baik

Allah swt berfirman: "Berkata Musa: 'Itulah mereka telah menyusul aku. Dan aku bersegera kepada-Mu, Ya Rabbi, supaya Engkau Ridho padaku." (QS. Thaha: 84) Imam an-Nawawi menjelaskan dalam Syarh Shahih Muslim bahwa memang afdhil-nya (lebih utama) adalah berpuasa enam hari secara berturut dan secara langsung. Allah berfirman, "Maka berlomba-lombalah kalian dalm kebaikan." (QS. al-Maidah: 48)

PUASA ENAM HARI DIBULAN SYAWAL

A. Makna Bulan Syawal

Syawal adalah bulan kesepuluh dalam penanggalan Hijriah. Syawal, secara bahasa, artinya 'naik'.  Bulan Syawal bisa diartikan bulan naik. Dinamakan demikian karena pada bulan ini bila orang Arab hendak naik unta dipukul belakang unta, ekor unta menjadi naik, sedangkan pada bulan lain tidaklah demikian halnya. Bagi umat islam, bulan Syawal memiliki makna tersendiri. Karena, pada bulan itu umat islam usai menjalankan ibadah puasa satu bulan penuh. Namun, nyaris tidak ada penyambutan terhadap datangnya bulan syawal. Berbeda dengan kerika menyambut bulan Ramadhan, biasanya kita mengucapkan 'Marhaban Ya Ramadhan'! Tapi untuk bulan Syawal, tidak pernah kita dengar orang mengucapkan 'Marhaban Ya Syawal'! padahal, Syawal juga bulan istimewa dan memiliki keutamaan. Inilah beberapa keistimewaannya:

1. Bulan Kembali ke Fitrah

Syawal adalah bulan kembalinya umat islam kepada fitrahnya, diampuni semua dosanya, setelah melakukan ibadah Ramadhan sebulan penuh. Paling tidak, tanggal 1 Syawal umat Islam "Kembali Makan Pagi" dan diharamkan berpuasa pada hari itu. Bulan Syawal merupakan lambang kemenangan bagi umat islam setelah 'berperang' mrelawan musuh dalam jiwa yang terbesar, yaitu "hawa nafsu".

2. Bulan Takbir

Tanggal 1 Syawal, Idul Fitri, seluruh umat Islam diberbagai belahan mengumandangkan takbir. Maka, bulan Syawal pun merupakan bulan dikumandangkannya takbir oleh seluruh umat Islam secara serentak, paling tidak satu malam, yakni begitu malam memasuki tanggal 1 Syawal alias Malam Takbir, menjelang sholat Idul Fitri. Kumandang takbir merupakan ungkapan rasa syukur atas keberhasilan ibadah Ramadhan selama sebulan penuh. Kemenangan yang diraih itu tidak akan tercapai, kecuali dengan pertolongan-Nya. maka umat Islampun memperbanyak Dzikir, Takbir, Tahmid, dan Tasbih. "Dan agar kamu membesarkan Allah atas apa-apa yang telah Ia memberi Petunjuk kepada kamu, dan agar kamu bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah diberikan." (QS. Al-Baqoroh: 185).

3. Bulan Silaturahmi

Dibandingkan bulan-bulan lainnya, pada bulan inilah umat Islam sangat banyak melakukan amaliah silaturahmi, mulai mudik kekampung halaman, saling bemaafan dengan teman atau tetangga, hala bihalal, kirim sms dan telepon, dan sebagainya. Betapa Syawalpun menjadi bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan Allah karena umat Islam menguatkan tali silaturahmi dan Ukhuwah Islamiyah.

4. Bulan Pembuktian Taqwa

Inilah makna terpenting bulan Syawal . Setelah Ramadhan berlalu, pada bulan Syawal-lah "Pembuktian" berhasil-tidaknya ibadah Ramadhan, utamanya puasa, yang bertujuan meraih derajat takwa. Jika tujuan itu tercapai, sudah tentu seorang Muslim menjadi lebih baik kehidupannya, lebih sholeh perbuatannya, lebih dermawan, lebih bermanfaat bagi sesama, lebih khusyu' ibadahnya, dan seterusnya. Paling tidak, semangat beribadah dan berdakwah tidak menurun setelah Ramadhan.

5. Puasa Satu Tahun

 Amaliah yang ditentukan Rasulullah saw pada bulan Syawal adalah puasa sunah selama enam hari, sebagai kelanjutan puasa Ramadhan. "Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan lalu diiringinya dengan puasa enam hari bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh" (H.R Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i dan Ibnu Majah).

B. Puasa Sunah Syawal

Puasa enam hari dibulan Syawal hukumnya sunah. Imam Abu Hanifah, Syafi'i, dan Ahmad menyatakan hukun puasa enam hari pada bulan Syawal adalah Sunah. Istilahnya Istihbab (disukai atau disunahkan) untuk malaksanakannya. Hal ini dilandasi oleh hadits Nabi berikut ini. Abu Ayyub menyebutkan  bahwa Rosulullah saw bersabda: "Siapa yang berpuasa dibulan Ramadhan dan melanjutkannya dengan enam hari pada bulan Syawal, maka itulah puasa setahun penuh." (HR. Muslim, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi)
Abu 'Umar Ibnu 'Abdil Barr berkata dalam Iqna', disunahkan berpuasa enam hari dibulan Syawal, meskipun dilaksanakan dengan terpisah-pisah. Keutamaan tidak akan diraih bila berpuasa diluar bulan Syawal. Seseorang yang berpuasa enam hari dibulan Syawal setelah berpuasa Ramadhan, seolah-olah ia berpuasa setahun penuh.

C. Praktik Pelaksanaan Puasa Syawal

Ada beberapa hal yang patut diperhatikan terkait dengan pelaksanaan puasa sunah enam hari di bulan Syawal. Hal-hal tersebut adalah:

1. Boleh Dilakukan Tidak Berurutan

Hadits Nabi menyebutkan, "Siapa yang berpuasa dibulan Ramadhan dan melanjutkannya dengan enam hari pada bulan Syawal, maka itulah puasa seumur hidup." (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi)
Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa sunah Mustahabah (disunnahkan) untuk melakukannya secara berurutan pada awal-awal Syawal. Tapi, jika seorang memisahkannya atau menunda pelaksanaannya hingga akhir Syawal, itu juga diperbolehkan, karena dia masih berada pada makna umum dari hadits tersebut. Kami tidak berbeda pendapat mengenai masalah ini dan inilah juga pendapat Ahmad dan Abu Dawud.


Para ulama Mazhab Syafi'i berpendapat, jelas Imam an-Nawawi, paling afdhol (utama) melakukan puasa Syawal secara berturut-turut (sehari) setelah sholat 'Idul Fitri. Namun, jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa Syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan. Oleh karena itu, boleh saja seseorang berpuasa Syawal tiga hari setelah Idul Fitri misalnya, baik secara berturut-turut maupun tidak, karena dalam hal ini ada kelonggaran. Namun, apabila seseorang berpuasa Syawal hingga keluar waktu (bulan Syawal) karena bermalas-malasan, maka dia tidak akan mendapatkan ganjaran puasa Syawal. Apabila seseorang memiliki Udzur (halangan) seperti sakit, dalam keadaan nifas, sebagai musafir, sehingga tidak berpuasa enam hari dibulan Syawal, maka boleh orang seperti ini meng-qadha (mengganti) puasa Syawal tersebut dibulan Dzulqadah. Hal ini tidaklah mengapa.

2. Tidak boleh dilakukan jika masih tertinggal dalam Ramadhan

Para ulama fiqih berpendapat bahwa jika seseorang tertingal beberapa hari dalam Ramadhan, dia harus berpuasa qadha terlebih dahulu, lalu baru boleh melanjutkannya dengan enam hari puasa Syawal, karena dia tidak bisa melanjutkan puasa Ramadhan dengan enam hari puasa Syawal, kecuali dia telah menyempurnakan Ramadhan-nya terlebih dahulu.

3. Dilakukan mulai tanggal 2 Syawal lebih baik

Allah swt berfirman: "Berkata Musa: 'Itulah mereka telah menyusul aku. Dan aku bersegera kepada-Mu, Ya Rabbi, supaya Engkau Ridho padaku." (QS. Thaha: 84) Imam an-Nawawi menjelaskan dalam Syarh Shahih Muslim bahwa memang afdhil-nya (lebih utama) adalah berpuasa enam hari secara berturut dan secara langsung. Allah berfirman, "Maka berlomba-lombalah kalian dalm kebaikan." (QS. al-Maidah: 48)